Hal-Hal Setelah Shalat Berjamaah: Imam Menghadap Makmum
Hal-Hal Setelah Shalat Berjamaah: Imam Menghadap Makmum ini merupakan bagian dari kajian Islam ilmiah Kitab Shahihu Fiqhis Sunnah wa Adillatuhu yang disampaikan oleh Ustadz Dr. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Hafidzahullah. Kajian ini disampaikan pada Senin, / 13 Rajab 1446 H / 13 Januari 2025 M.
Kajian Tentang Hal-Hal Setelah Shalat Berjamaah: Imam Menghadap Makmum
Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas tentang hal-hal yang dilakukan setelah selesai shalat. Ketika imam selesai shalat, ia dianjurkan untuk menghadap kepada makmumnya. Namun, sebelum menghadap, imam disunnahkan untuk berdiam sejenak. Setelah salam ke kanan dan ke kiri, imam diam sebentar untuk membaca istighfar tiga kali dan melanjutkan dengan membaca:
اللَّهُمَّ أَنْتَ السَّلَامُ وَمِنْكَ السَّلَامُ، تَبَارَكْتَ يَا ذَا الْجَلَالِ وَالإِكْرَامِ
“Ya Allah, Engkau adalah sumber keselamatan, dari-Mu keselamatan itu datang. Mahasuci Engkau, wahai Rabb yang memiliki keagungan dan kemuliaan.”
Setelah itu, imam baru menghadap kepada makmum, bukan terus menghadap ke kiblat sebagaimana yang dilakukan oleh banyak imam saat ini. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dahulu mencontohkan hal ini.
Hal ini berdasarkan hadits Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘Anhu. Ia berkata:
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا صَلَّى أَقْبَلَ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
“Dahulu Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam apabila selesai dari shalatnya, beliau menghadap kepada kami dengan wajahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Hal ini juga dijelaskan dalam hadits dari Zaid bin Khalid Al-Juhani Radhiyallahu ‘Anhu. Ia berkata:
صَلَّى لَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَلَاةَ الصُّبْحِ بِالْحُدَيْبِيَةِ عَلَى إِثْرِ سَمَاءٍ كَانَتْ مِنْ اللَّيْلِ فَلَمَّا انْصَرَفَ أَقْبَلَ عَلَى النَّاسِ فَقَالَ أَتَدْرُونَ مَاذَا قَالَ رَبُّكُمْ…
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam pernah mengimami kami shalat Subuh di Hudaibiyah setelah malam yang diiringi hujan. Setelah beliau selesai (shalat), beliau menghadap kepada orang-orang dan bersabda: ‘Apakah kalian tahu apa yang dikatakan oleh Rabb kalian?`” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dianjurkan bagi imam, ketika menghadap kepada makmum, untuk lebih condong ke arah kanan. Hal ini didasarkan pada hadits dari sahabat Al-Bara bin Azib Radhiyallahu ‘Anhu, yang berkata:
كُنَّا إِذَا صَلَّيْنَا خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحْبَبْنَا أَنْ نَكُونَ عَنْ يَمِينِهِ، يُقْبِلُ عَلَيْنَا بِوَجْهِهِ
“Dahulu, ketika kami shalat di belakang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kami senang berada di bagian kanan beliau, karena beliau akan menghadapkan wajahnya kepada kami.“ (HR. Muslim dan Abu Dawud)
Hadits ini menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika menghadap kepada makmum, biasanya lebih condong ke arah kanan. Oleh sebab itu, sahabat Al-Bara bin Azib Radhiyallahu ‘Anhu lebih suka memilih shaf di bagian kanan belakang Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Selanjutnya, mengenai kebiasaan diam sebentar setelah salam, terdapat keterangan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak langsung menghadap kepada makmum. Hal ini dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Ibunda Aisyah Radhiyallahu ‘Anha dan sahabat Al-Bara bin Azib Radhiyallahu ‘Anhu.
رَفَقْتُ الصَّلَاةَ مَعَ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدْتُ قِيَامَهُ، فَرُكُوعَهُ، فَاعْتِدَالَهُ بَعْدَ رُكُوعِهِ، فَسَجْدَتَهُ، فَجَلْسَتَهُ بَيْنَ السَّجْدَتَيْنِ، فَسَجْدَتَهُ، فَجَلْسَتَهُ مَا بَيْنَ التَّسْلِيمِ وَالِانْصِرَافِ، قَرِيبًا مِنَ السَّوَاءِ
“Aku pernah shalat bersama Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka aku mendapati berdirinya, rukuknya, i’tidalnya, sujudnya, duduk di antara dua sujud, serta duduk antara salam dan beranjaknya beliau dari tempatnya hampir sama lamanya.” (HR. Muslim, Abu Dawud dan yang lainnya)
Hadits ini menunjukkan bahwa setelah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam salam, beliau tidak langsung menghadap kepada makmum, tetapi berdiam sebentar. Waktu jeda ini hampir sama dengan waktu rukuk, i’tidal, atau sujud beliau dalam shalat.
Keterangan ini juga diperkuat oleh Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha, yang berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَمْكُثُ فِي مَكَانِهِ يَسِيرًا…
“Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasa berdiam sebentar di tempat beliau (setelah salam).” (HR. Bukhari, Abu Dawud dan yang lainnya)
Hadits ini sejalan dengan riwayat dari Al-Bara bin Azib Radhiyallahu ‘Anhu, yang menunjukkan bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak langsung bergeser untuk menghadap kepada makmum setelah salam, melainkan berdiam sebentar di tempat beliau shalat.
Anjuran untuk Jamaah Wanita
Apabila jamaah wanita shalat di belakang jamaah laki-laki (dan tempat keluar masjidnya sama), sebagaimana yang terjadi di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan pintu keluar mereka sama, maka dianjurkan bagi jamaah wanita untuk segera meninggalkan tempat shalatnya setelah salam. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi percampuran antara laki-laki dan perempuan.
Kondisi seperti ini jarang terjadi di zaman sekarang, kecuali pada shalat Id yang dilaksanakan di lapangan. Namun, di lapangan pun tempat keluar biasanya dapat diatur agar berbeda. Jika jamaah wanita shalat di belakang jamaah laki-laki dan pintu keluar dari masjid atau tempat shalatnya sama, maka disunnahkan bagi jemaah wanita untuk segera meninggalkan tempat shalat setelah imam mengucapkan salam.
Hadits dari sahabat Ummu Salamah Radhiyallahu ‘Anha menyebutkan:
أَنَّ النِّسَاءَ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُنَّ إِذَا سَلَّمْنَ مِنَ الْمَكْتُوبَةِ قُمْنَ، وَثَبَتَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَنْ صَلَّى مِنَ الرِّجَالِ مَا شَاءَ اللَّهُ، فَإِذَا قَامَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَامَ الرِّجَالُ۔
“Dahulu, para jamaah wanita di zaman Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, ketika selesai salam dari shalat fardhunya, mereka langsung berdiri. Adapun Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersama jamaah laki-laki tetap berada di tempat shalatnya sampai waktu yang Allah kehendaki. Apabila Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berdiri, maka jamaah laki-laki pun berdiri.” (HR. Bukhari dan yang lainnya)
Disebutkan dalam penjelasan bahwa jamaah wanita di masa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam biasanya langsung meninggalkan tempat shalat setelah salam. Hal ini terjadi karena tempat shalat wanita berada di belakang laki-laki secara langsung. Selain itu, pintu keluar masjid hanya satu.
Adapun, jika di masjid terdapat pintu khusus yang terpisah untuk jamaah wanita, mereka tidak bercampur dengan jamaah laki-laki, maka mereka diperbolehkan tetap tinggal di tempat shalat mereka. Hal ini dikarenakan alasan utama di zaman Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah untuk menghindari percampuran dan ketidaksopanan saat keluar dari masjid. Ketika alasan ini tidak ada—seperti saat ini di mana masjid-masjid kaum Muslimin umumnya memiliki ruangan khusus untuk perempuan dan pintu keluarnya pun terpisah—maka tidak ada larangan bagi wanita untuk tetap di masjid.
Wanita diperbolehkan tetap di masjid setelah shalat untuk berdzikir atau membaca Al-Qur’an. Keberadaan ruang khusus yang tertutup dan terpisah dari laki-laki membuatnya lebih aman. Oleh karena itu, tidak ada anjuran untuk langsung pulang setelah shalat dalam kondisi ini.
Selain itu, dianjurkan bagi masjid-masjid untuk menyediakan pintu khusus bagi jamaah wanita, terutama di zaman penuh fitnah seperti sekarang. Pintu tersebut khusus untuk mereka, dan tidak boleh digunakan oleh jamaah laki-laki.
Bagaimana penjelasan lengkapnya? Download dan simak mp3 kajian yang penuh manfaat ini.
Download mp3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/54875-hal-hal-setelah-shalat-berjamaah-imam-menghadap-makmum/